• Breaking News

    Sunday, 13 May 2018

    Kapan Nikah?

    Mei 2018 aku bertemu sahabat lamaku. April namanya, sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan sahabatku yang satu itu. Terakhir mungkin puasa tahun lalu, kita menghabiskan waktu buka puasa bersama. Setelah itu tidak ada pertemuan lagi karena kesibukan masing-masing. Aku dimana dia dimana.

    “Apa kabar?” Adalah awal pertanyaan yang biasa ditanyakan dua sahabat yang sudah lama tidak bertemu. Setelah itu menjalar ke pertanyaan-pertanyaan umum lainnya seperti "keluarga sehat?", "sibuk apa sekarang”, sampai  dengan pertanyaan “Lagi sama siapa?”, dan ujung-ujungnya sampai dengan pertanyaan yang sudah bisa aku duga, “Kapan nikah?” dan dari pertanyaan itulah awal ceritaku dimulai.

    Setelah lama putus dengan Adi, aku menjadi sangat tertutup prihal kisah cintaku. Aku tidak pernah lagi menceritakan siapa laki-laki yang sedang dekat denganku. Yah, Aku belajar dari rasa maluku. Memalukan sekali ketika kamu sudah mengenalkan pacarmu dengan bangganya ke semua orang bahkan keluarga besarmu. Lalu hubunganmu putus begitu saja. Aku sudah pernah mengalaminya, seperti semua orang itu menertawakanmu. Dan percayalah, itu rasanya buuuruk sekali. Karena itu aku tidak berminat untuk pacaran lagi. 

    Ada banyak laki-laki yang aku kenal pasca putus dengan Adi, banyak sekali. Mulai dari Trio. Trio adalah salah satu team WO (Wedding Organizer) di Semarang. Aku mengenalnya saat aku mendapat panggilan kerja di Semarang. Trio, dia sangat humoris. Dia cukup menyenangkan. Semakin hari dia semakin rajin sekali mengucapkan selamat pagi, selamat malam, dia juga rajin bertanya, sedang apa? Dimana? Sampai dia selalu laporan kemana dia akan pergi dan apa saja aktifitasnya seharian. Namun aku bukan tipe perempuan yang mudah menyukai laki-laki, terlebih aku adalah perempuan yang pernah patah hati. Aku tidak ingin salah memilih. Aku juga tidak ingin main-main, dan sepertinya dia hanya ingin main-main saja. Menyukaiku tapi dia tidak datang ke rumahku, belum siap begitu katanya.

    Setelah itu aku kenal Agil, dia adalah rekan kerjaku. Dia laki-laki baik, sopan, rajin sholat, dan pekerja keras. Dia adalah orang pertama yang mengajakku menikah. Aku terkejut sekali, karena meskipun kita berkerja di sekolah yang sama. Jarang sekali kita terlibat pembicaraan. Aku sama sekali tidak menyangka bahwa dia menyukaiku, terlebih langsung mengajakku menikah. Jujur aku sangat terharu atas keberaniannya, kejujurannya. Namun sekali lagi, aku bukan tipe perempuan yang mudah menyukai laki-laki, aku juga tidak meyukai laki-laki perokok. Pun dia tidak berusaha meyakinkan aku untuk  berhenti merokok, dan berusaha berusaha mendapatkan hatiku. Aku butuh diyakinkan. Tapi dia tidak lakukan itu. Sayang sekali, dengan sangat terpaksa aku tidak bisa mengiyakannya.

    Lalu aku kenal Purnama, dia adalah salah satu Staff Pertamina di Indramayu. Perkenalanku dengan Purnama terjadi sangat baik dan berlanjut di ruang chatting. Dari situ aku bisa menilai sosoknya. Menurutku dia baik, berpengetahuan luas dan punya selera humor tingkat tinggi. Dia selalu menyenangkan, chatting dengannya tak pernah kehilangan topik. Selain itu dia tidak pernah marah, dia selalu positif, aku tidak pernah mendengar dia menjelekan siapapun bahkan apapun dan dia bukan perokok. Karena itu aku mempertimbangkannya. Sampai akhirnya ada hal yang tidak aku sukai dari seorang Purnama, beberapa kali aku diajak makan dengannya, aku baru tahu bahwa ada laki-laki seperti dia, dimana perempuannya harus bayar makan sendiri. Aku tidak masalah bayar sendiri, aku mampu namun rasanya aneh saja. Dia laki-laki, dia yang mengajak. Dan yang paling fatal, dia membuatku kecewa ketika aku mengajaknya ke mushala dia hanya menungguku saja. Mana bisa dia bertanggung jawab atasku ketika kewajiban kepada Tuhannya saja dia tinggalkan. Karena itu dengan sangat menyesal aku tidak bisa menerima ajakannya untuk menikah. Meskipun tetap saja dia pantang menyerah dan ingin berubah. Dan yah, aku mulai sering melihatnya jama’ah dan sering membawakan makanan tanpa aku minta, tapi entah kesan pertama itu membuat aku tidak bisa merubah keputusanku untuk tetap tidak.

    Kemudian Zaki. Dia adalah Photographer. Jam terbangnya sudah kemana-mana. Dia juga punya beberapa bisnis jual beli burung, dan masih ada beberapa lainnya. Dia tampan dia mapan, dia punya selera fashion yang cukup bagus, dia juga pekerja keras. Maka dari itu tidak heran jika diusianya yang masih sangat muda, dia sudah mempunyai rumah dan mobil sendiri. Dia memang keren, selera masyarakat. Aku tidak tahu dia perokok atau tidak, selama dua kali bertemu, aku tidak pernah melihat korek atau pun bungkus rokok. Oleh karena itu aku pun mempertimbangkan ajakannya menikah. Namun tak lama setelah itu aku menemukan fakta yang sulit dipercaya. Bahwa ternyata dia masih belum selesai dengan kekasihnya, yang menurut informasi yang aku dapat dari salah satu temannya, dia menggantungkan hubungan dengan kekasihnya. Aku kecewa sekali. Aku tidak ingin mengambil milik orang lain. Aku tidak ingin menjadi perempuan yang menyakiti hati perempuan lainnya. Itulah kenapa aku tidak bisa melajutkannya.

    Lagi, aku kenal laki-laki, Aman namanya. Dia  PA (Personal Assistent) di jakarta. Dia bukan orang baru sebenarnya. Aku sudah cukup baik mengenalnya karena kita pernah dekat sebelumnya. Sama seperti yang lainnya dia juga baik, pengertian, humoris. Dia juga bebas asap rokok. Dan sejauh aku mengenalnya, dia adalah laki-laki penyayang, dia sangat menyayangi keluarganya. Dia juga sangat berusaha meyakinkan aku bahwa dia serius. Itulah alasan yang membuat aku menerimanya. Aku pikir semuanya akan berjalan dengan baik, namun ternyata tidak, keluarganya tidak menyetujui rencana kita yang ingin menikah dalam waktu dekat. Aku sangat mengerti alasannya, dia masih punya adik yang harus dia biayai sekolahnya. Tapi, demi Allah, aku tidak pernah mempermasalahkan itu semua, aku mengerti keadaanya, pun aku menerimanya. Jika pun setelah menikah nanti dia masih bertanggung jawab atas sekolah adiknya. Aku menerimanya. Namun, tetap saja dia lebih memilih mengakhirinya. Saat itu aku baru sadar dia tidak benar-benar menginginkan aku. Karena faktanya dia menyerah sebelum meyakinkan keluarganya. Aku tidak memintanya untuk memilih aku dan melawan keluarganya. Tidak,  aku hanya ingin dia yakinkan keluarganya, perjuangkan aku, itu saja. Tapi dia tidak lakukan. Dia menjauh begitu saja. Jangan tanya persaanku, meskipun aku belum menyukainya aku sangat berharap dia benar-benar datang menemui orang tuaku.

    Lalu Awi, dia adalah guru produktif Sekolah Menengah Kejuruan di Indramayu. Dia baik, ramah, dewasa, berpengetahuan luas, dan cukup humoris. Dia selalu menjadi orang tepat untuk berdiskusi. Dia sangat solutif. Dia juga pencinta alam. Dari sekian laki-laki yang pernah dekat denganku, hanya Awi yang membuatku benar-benar nyaman. Dia pun sama bebas asap rokok.  Dan yang paling penting, dia berhasil membuatku menyukainya. Berhasil membuatku melupakan sakitnya masalalu, berhasil membuatku menjadi perempuan yang paling bahagia. Namun kemudian dia cepat sekali berubah. Dia tiba-tiba menjadi sangat cuek, tak jarang bahasanya mulai menyakitiku. Aku tidak tahu kenapa? Apa yang membuatnya berubah. Dia penuh dengan rahasia, penuh dengan ketidakjelasan. Terkadang begitu manis lalu menjadi pahit. Datang, pergi. Datang lagi, pergi lagi.

    Apa benar aku Baperan (Bawa perasaan)?. Dan apa salah jika aku bawa perasaan? Prihal apa-apa saja yang pernah Awi lakukan? Dia yang mencoba mengajakku gowes bersama di acara HUT kota kala itu. Dia yang buru-buru menemuiku, yang hanya sekedar memberitahunya bahwa aku sendirian di festival kala itu.  Dia yang beberapa kali mengajakku ke puncak. Dia juga meminta foto bersama padahal banyak teman-temanya. Dia seperti membiarkan teman-teman salah paham begitu? Pun dia beberapa kali menanyakan prihal keluargaku. Seperti ingin tahu banyak tentangku dan keluargaku begitu. Terkadang bersikap aneh, salting saat mulai chat aku. Terkadang sedikit manja.  Aku merasa Awi menyukaiku. Kenapa dia menghilang.  Mudah saja dia pergi. Aku benar-benar menyukainya, menyayanginya, memimpikannya, menunggu kabarnya setiap hari. Jarak, begitu katanya memberi alasan. Aku tidak percaya itu alasannya. Bukan itu kan alasannya? Aku tahu alasan sebenarnya. Namun, aku mencoba menerima keputusannya. Aku tidak akan bertanya padanya. Sampai nanti jika dia datang lagi. Dia sendiri yang akan menjelaskannya.

    Awi bukanlah yang terakhir masih ada beberapa laki-laki mencoba mendekatiku baik sesama guru, staff admin, kolektor Bank swasta, TKI  korea, jepang, Saudi Arabia. Bahkan yang masih kuliah yang usianya di bawah aku pun mencoba mendekatiku. Namun Awi membuatku tidak ingin memulai lagi. Aku lelah, benar-benar lelah. Terkadang aku berpikir kenapa Allah tidak mengirimkan satu saja orang yang tepat untukku, supaya aku tidak merasakan patah hati, lagi. Namun aku ikhlas atas setiap yang terjadi dalam hidupku. untuk semua air mata yang jatuh, aku yakin akan ada waktunya aku tersenyum bahagia. Biar saja waktu itu datang dengan sendirinya. Waktu dimana aku dipertemukan dengan orang yang tepat, Orang yang mampu setia dan tak tahu bagaimana cara berpaling. Kelak saat aku menemukannya. Aku benar-benar bersyukur aku memilikinya.  Dan ku pastikan dia bersyukur memilikiku.

    Jadi, untuk pertanyaan "Kapan Nikah?", Aku tidak tahu.  Percaya Allah saja. :)

    Terima kasih sudah mampir ke Blog aku..
    Jangan lupa like dan follownya yah..


    Kritik dan saran silahkan bisa kirim ke:
    Email:riyunimanis@gmail.com
    FB: Riyuni Kiel
    IG: @riyunikiel
    WA: 0895337221008











    No comments:

    Post a Comment

    Fashion

    Beauty

    Travel